Qnews.co.id, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kesehatan sektor jasa keuangan harus dijaga guna menjaga stabilitas sistem keuangan. Dengan begitu akan bisa terus berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengingatkan agar stabilitas sistem jasa keuangan Indonesia terus bisa terjaga dengan permodalan tinggi dan likuiditas yang memadai. Hal itu diutarakan Mirza dalam webinar OJK Mengajar dengan tema Peran Mahasiswa dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan: Membangun Kesadaran Finansial.
“Yang paling penting, lembaga keuangan harus bisa mengelola dirinya agar terus sehat, karena kalau sehat biasanya tidak ada krisis likuiditas,” ujar Mirza di Jakarta, Senin (14/10).
Menurut Mirza, stabilitas sistem keuangan harus terjaga untuk mencegah krisis sektor keuangan terjadi. Pasalnya, penanganan krisis selalu membutuhkan biaya yang besar dan memakan waktu lama untuk pemulihannya.
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, kata Mirza, kesehatan lembaga jasa keuangan seperti perbankan menjadi faktor penting yang harus benar-benar dijaga. Dengan begitu tidak terjadi krisis likuiditas.
“Hampir tidak ada bank yang sehat mengalami krisis likuiditas. Yang mengalami krisis likuiditas dipastikan bank yang tidak sehat,” ujarnya.
Untuk itu, lembaga jasa keuangan harus memahami risiko secara baik, termasuk memberikan kredit dan berinvestasi secara hati-hati. Lembaga jasa keuangan, kata Mirza, harus memiliki manajemen pengelolaan dan manajemen risiko yang baik.
Pada Agustus 2024 likuiditas industri perbankan dinilai masih memadai meskipun termoderasi, dengan rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) sebesar 112,92 persen dan Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 25,37 persen. Angka itu cukup aman karena berada di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, pertumbuhan kredit pada periode Agustus 2024 telah diikuti dengan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) di angka 2,26 persen. Persentasenya turun tipis jika dibandingkan NPL Juli yang tercatat 2,27 persen.